Senin, 06 Mei 2013

I Hate You , LOVE!



Tittle : I Hate You, LOVE!
Part : 1 of ?
Fandom : Nu'est, EXO
Pairing : BaekRen (Baekho x Ren)

ni hari terakhir mu disini Ren, kau pasti senang kan?"

"Tentu saja aku senang bisa pulang sebentar lagi. Tapi mungkin disana aku akan merindukan kalian"

"Kami juga akan selalu merindukan mu Ren. Baik-baiklah disana"

###

"Ren? Benarkah ini kau?" Tanya seorang laki-laki berambut hitam pendek terpana.

"Kakak? Kau masih mengenali ku?" Tanya Ren dengan senyum nya. Orang yang dipanggil kakak itu mengangguk dan membalas senyum Ren.

"Tentu saja, tidak ada alasan aku harus melupakan mu Ren. Kau adik ku satu-satu nya. Bagaimanapun tampilan mu, aku pasti mengingat nya"

"Ah, seperti biasa. Brother complex again" sahut Ren ringan. Kakak hanya memukul pundak Ren pelan dan mereka tertawa bersama.

"Tidak sia-sia kau pergi kesana. Kau benar-benar banyak berubah Ren. Sangat" ujar nya sambil memandang Ren dari atas ke bawah dan sebalik nya.

"Benarkah? Disana bagaikan neraka, tapi aku puas dengan hasil nya" Ren tersenyum.

"Ya, sekarang wajah mu pun jadi cantik. Ah, aku iri" sahut sang kakak sambil mengelus pipi nya. Ren tertawa.

"Kakak bisa saja. Kau itu tampan kak, hidung mu saja mancung bukan main" yang di ajak bicara hanya tersenyum kecut.

"Benar kah?" Tanya nya seraya memegang hidung. Ren mengangguk.

"Ah! Ayo cepat ke mobil, kau pasti lelah karena perjalanan tadi"

"Ya, aku memang lelah. Aku tidak istirahat karena tak sabar akan ke Seoul"

"Dan kau sudah disini!" Mereka berdua tertawa bersama lagi.

"Ngomong-ngomong kau lama sekali, aku menunggu selama satu jam disini"

"Hah? Maaf, harus nya aku bilang tapi aku lupa. Tadi ada penundaan penerbangan"

"Hm, itu menjelaskan semua nya. Ah ayo cepat, mobil nya didepan"

###

"Wah! Rumah kita banyak perubahan" ujar Ren takjub. Ia memandang perabotan baru yang tersebar di seluruh pojok ruangan saat ia tiba dan memasuki rumah.

"Kau menyukai nya? Pemandangan rumah ini aku ubah khusus untuk menyambut mu"

Ren menatap kakak nya tak percaya.

"Kau tidak harus melakukan ini kak,"

"Tapi aku senang, ini lebih fresh dari sebelum nya" sambung nya lagi.

"Aku tau kau pasti menyukai nya. Kamar mu juga sudah aku rombak. Aku juga yakin kau menyukai nya, kau mau lihat?"

"Benarkah? Tapi barang-barang ku?" Tanya Ren.

"Jangan khawatir, barang-barang mu selalu aman disini. Hanya perabotan dan mebel-mebel baru" jelas sang kakak. Ren tersenyum senang.

"Mana ayah dan ibu?" Tanya Ren.

"Seperti biasa, mengurus bisnis di luar negeri. Kali ini mereka pergi ke Swiss, entah kapan akan pulang. Mereka titip salam untuk mu, dan ini" ia menyerahkan kartu kredit tanpa batas pada Ren. Ren menerima nya dengan senyum kecut.

"Aku tau kau pasti merindukan ayah dan ibu kan? Tenang saja, mereka pasti akan menghubungi kita kalau tidak sibuk" ia mengelus kepala Ren dengan lembut. Ren tersenyum lagi.

"Kak, aku perhatikan kau jadi agak kurusan. Kau diet?" Tanya Ren. Kakak hanya mengernyitkan dahi nya.

"Bukan nya kau yang diet disana? Sampai bisa sekurus ini?" Sahut nya sambil tertawa. Ren mengembungkan pipi nya.

"Kakak! Aku tidak bercanda, aku itu beda dengan mu. Kalau aku sengaja ingin kurus, kalau kau sudah kurus kenapa harus kurus lagi?" Ren membela diri.

"Aku hanya banyak pikiran, tidak lebih" sahut nya singkat.

"Karena mengurus perusahaan?" Kakak mengangguk.

"Aku pusing memikirkan nya, harus begini, harus begitu. Belum lagi kalau ada masalah, aku harus turun tangan langsung" ceritanya mengeluh. Ren mengelus punggung kakaknya itu.

"Sabar kak, itu sudah kewajiban mu sebagai pemimpin perusahaan. Kau kan pewaris di keluarga kita"

"Aku iri pada mu tau, kau sih enak masih dalam pendidikan. Sedangkan aku, baru lulus kuliah setahun yang lalu langsung memimpin sebuah perusahaan. Ayah dan ibu kadang memang tidak pakai otak. Seenaknya saja" kali ini si kakak bercerita panjang lebar.

"Hush! Nanti kalau ayah dan ibu dengar, kau malah disuruh jadi asisten mereka. Mau?"

"Tidak, terima kasih"

"Aku lapar, bagaimana kalau kita makan?" Tanya Ren. Kakak mengangguk setuju.

"Kita makan diluar, di restoran favorite kita yang dulu. Mau?"

Ren mengangguk.

###

"Silahkan masuk"

Ren dan kakak nya mengangguk bersamaan. Mereka bersama masuk kedalam restoran tujuan mereka dan mencari tempat kosong.

"Lumayan penuh" Ren memandang malas ke arah orang-orang.

"Disana ada tempat kosong Ren! Ayo cepat!" Kakak menarik Ren dan berlari kecil. Takut kalau tempat tersebut diambil orang.

"Yup! Haha, berhasil!" Seru sang kakak seraya duduk dengan bangga nya. Sedangkan Ren duduk dengan nafas yang terengah-engah.

"Kalau mau lari bilang-bilang kak! Nafas ku naik turun nih!" Omel Ren. Ia menatap Ren dan tertawa. Merasa di ejek karena nafas nya yang tersengal Ren memanyunkan bibir nya.

"Kalau aku bilang, yang ada keduluan sama orang" Ia memanyunkan bibir nya, persis dengan gaya Ren.
"Kak, kalau aku lihat-lihat, saat kau manyun, mirip dengan ku ya"

"Jelas saja, aku kan kakak mu" Dengan sedikit kencang kakak melempar celemek yang ada di samping nya kearah Ren. Ren tertawa.

"Selamat datang, ingin pesan apa" tanya seorang pelayan menghampiri.

"Baekho?" Kata Ren dan kakak nya bersamaan.

"Ah, apakah aku mengenal kalian?" Tanya si pelayan yang bernama Baekho itu.

"Ini aku, Tao. Dan ini adik ku. Kau lupa dengan nya? Kalian kan satu sekolah waktu SMA" ujar kakak yang rupanya bernama Tao sambil menunjuk Ren. Ren hanya menundukkan kepala nya.

"Tao hyung? Wah, sudah lama sekali ya kita tidak bertemu. Apa kabar?" Baekho mengulurkan tangan nya untuk bersalaman, Tao menyambut.

"Aku baik, kau sendiri?"

"Aku juga baik. Tunggu dulu, kau bilang yang ada dihadapan mu ini adik mu, berarti ini Ren?" Baekho menatap Ren. Ia memperhatikan nya dari atas ke bawah dan sebalik nya. Sama seperti ketika Tao bertemu dengan Ren di bandara.

"Iya, siapa lagi. Adik ku cuma satu. Ren"

"Ren? Benar kah kau ini Ren? Kau berubah ya" Baekho terpana dan kembali menatap Ren.

"Benar kan! Dia memang berubah, bagaimana menurut mu? Dia jadi cantik kan?" Tanya Tao, Baekho mengangguk.

"Melebihi cantik seorang wanita"

Suara tawa membahana dari Tao. Sedangkan Ren hanya tetap menundukkan kepala nya. Sedikit kesal karena dibanding-bandingkan dengan wanita.

"Aku kan laki-laki!" Jeritnya dalam hati.

"Baekho, kau terlalu jujur atau kau berlebihan?" Tao masih tertawa. Baekho memandang heran.

"Apa aku seperti itu?"

"Bisakah kau memberikan kami daftar menu nya? Aku sudah lapar" ujar Ren ketus memotong pembicaraan mereka.

"Ah maaf, ini daftar menu nya" Baekho memberikan daftar menu yang sedari tadi ia pegang.

"Kak! Kenapa kau bawa aku kesini sih!" Ren berbisik kasar ketika Baekho meninggalkan mereka yang telah memesan sebelum nya.

"Loh? Bukan nya kau setuju kalau kita makan disini? Lagipula ini kan restoran favorite kita dulu" jelas Tao. Ren memanyunkan bibir nya.

"Iya aku tau ini restoran favorite kita, tapi aku tak menyangka bakalan bertemu dengan Baekho! Kalau tau dari awal akan seperti ini, aku akan makan di McD saja!" Ren menjelaskan kekesalan dan penyesalan nya.

"Kau ini, bersyukurlah sedikit! Tidak baik seperti itu" nasihat Tao yang sedang memainkan garpu dan pisau milik nya. Ren memandang aneh.

"Kak, kau ini seperti anak kecil"

"Biar saja" sahut Tao pendek. Ia masih tetap memainkan garpu dan pisau nya.

"Ini pasti akal-akalan mu kan?" Tuduh Ren tiba-tiba.

"Akal-akalan apa?" Tanya Tao bingung. Ren memandang kesal pada nya.

"Jelas saja ini akal-akalan mu. Kau tau benar kan aku membenci Baekho?"

"Maksudmu apa? Aku mana tau kalau Baekho bekerja disini. Aku juga sudah lama tidak ke sini"

Ren tak menjawab. Ia tau kalau kakak nya tidak punya niat untuk seperti ini pada nya. Jelas-jelas Tao saja terkejut melihat Baekho yang kerja disini. Tidak mungkin kakak nya merencanakan sesuatu. Kalau dipikir-pikir seorang yang memainkan garpu dan pisau layak nya anak kecil, apa iya bisa merencanakan hal jahat? Lagipula ini hanya pelampiasaan nya saja yang kesal setelah sekian lama tidak bertemu dengan Baekho.

"Omong kosong" sahut Ren singkat, tak lama ia mencubit lengan Tao.

"Aw! Kau ini dendam ya pada ku?" Tanya Tao yang pura-pura meringis sambil mengusap bekas cubitan Ren.

"Kakak menyebalkan"

Tao tertawa kecil melihat tingkah adik nya saat ini. Ia mengerti kalau Ren hanya kesal karena melihat Baekho setelah sekian lama. Yang Tao tau, mereka tak saling berhubungan setelah lulus SMA. Entah apa alasan nya.

"Anggap saja ini takdir Ren"

"Pesanan datang" Baekho datang membawakan pesanan mereka. Ia menyajikan makanan dan minuman yang ada diatas nampan milik nya.

"Ada yang bisa aku bantu lagi?" Tanya Baekho.

Ren menggeleng cepat dan berharap Baekho pergi meninggalkan meja mereka.

"Tunggu Baekho..." Ujar Tao. Ren melirik tajam kearah nya.

"Ada apa Tao hyung?"

"Kau kerja disini sudah lama?" Tanya Tao ingin tau. Baekho berpikir sejenak.

"Sekitar sembilan, ah sepuluh bulan. Kalau tidak salah" jawab nya sedikit ragu sambil mengernyitkan dahi.

"Ah, hanya beda dua bulan dengan kepergian ku ke karantina itu" kata Ren dalam hati.

"Bayaran nya bagus tidak?" Tanya Tao lagi.

"Yah..." Baekho kembali berpikir. Senyum tipis nya muncul.

"Lumayan untuk menyambung hidup" sambung Baekho di iringi tawa kecil nya.

"Kalau aku bilang 'Baekho, mau kah kau kerja di rumah ku sebagai pelayan' kau mau?"

Ren tersedak mendengar perkataan kakak nya. Baekho spontan langsung berlari dan mengambilkan air mineral untuk Ren. Ren menepuk-nepuk dada dan meminum air yang dibawa Baekho.

"Apa maksud mu kak?" Ren memandang heran kearah Tao. Tao hanya tersenyum nakal.

"Bagaimana Baekho? Kau mau?" Lanjut Tao lagi. Baekho menatap Tao tanpa berkata-kata.

"Akan ku bayar gaji perbulan 2 kali lipat dari yang sekarang"

"Tapi..."

"Kurang banyak? Aku naik kan jadi 3 kali lipat" potong Tao.

"Bukan seperti itu Tao hyung, maksud ku..."

"Baiklah, 4 kali lipat? Atau 5?"

"Sudah cukup Tao hyung. Aku memang butuh uang, tapi..."

"Nah! Tunggu apa lagi?" Tao menjentikkan jari nya. Ren menggemertak kan gigi nya.

"Aku sudah tanda tangan kontrak di restoran ini Tao hyung, jadi..."

Sejenak Ren menghela nafas lega, tapi...

"Itu gampang, aku akan cari kan pengganti mu dan bicara pada pemilik restoran ini. Besok kau mulai kerja, datang lah sekitar jam 6 pagi"

Baekho dan Ren membuka mulut bersamaan. Hal ini membuat Tao kembali memecahkan tawa.

###

"Kau gila kak! Bisa-bisa nya kau meminta Baekho kerja di rumah kita!" Ren mengamuk dalam perjalanan pulang. Tao tersenyum nakal tanpa memperhatikan Ren. Ia tengah asik memperhatikan jalan dan memegang kemudi mobil.

"Ku harap Baekho menolak permintaan mu!"

Tao tak mengubris nya. Ia tetap fokus pada kemudi dan lintas jalanan. Sadar diabaikan, Ren mengembungkan pipinya.

"Pokok nya, aku tidak sudi melihat wajah Baekho dirumah kita!" Kata nya lagi. Tapi Tao tetap mengabaikan nya. Kini Ren menatap geram ke Tao.

"Kakak! Dengarkan aku! Aku akan membeli apartemen dan tinggal disana!"
"Kau mengancam?" Akhir nya Tao angkat bicara.

"Seperti yang kau dengar" Ren tersenyum bangga karena kali ini Tao memperhatikan nya karena sebuah ancaman.

"Terserah, kalau kau memang ingin pindah, aku akan melapor pada ayah dan ibu. Lanjutan nya kau pikir saja sendiri..."

"Lanjutan nya..." Kata Ren sedikit ragu.

"Ya, apalagi dengan alasan bodoh macam itu"

"Tidak mungkin! Ayah dan ibu pasti berpihak pada ku! Hal wajar kalau aku tidak ingin ada orang asing di rumah!"

"Orang asing? Bukan kah, Baekho itu pernah jadi someone special mu?" Kali ini Tao menggoda Ren. Ren membulatkan mata nya.

"A...apa-apaan kau kak? Ja...jangan sembarangan seperti itu!" Ujar Ren tergagap. Ia sangat gugup, butiran-butiran keringat muncul dari dahinya.

"Aku tau dari dulu, ahahahaha..." Tao tertawa di atas penderitaan Ren.

"Maksud mu apa? Darimana kau dapat pemikiran seperti itu?" Tanya Ren. Tapi tau hanya tertawa terbahak-bahak.

"Kakak! Jangan tertawa terus seperti orang gila saja! Jelaskan apa maksud mu!" Ren menarik-narik lengan Tao.

"Ren!" Teriak Tao. Ia hampir saja menabrak seseorang yang berdiri di pinggir jalan. Dari kejauhan orang itu mengomel, mengumpat, mengepal-ngepalkan tangan dan menunjuk-nunjuk mereka. Tao melihat nya dari kaca spion.

"Untung saja kita bisa kabur" Tao memegang dadanya. Jantung nya berdetak dengan kencang sampai-sampai ia bisa merasakannya.

"Kau itu kalau mau ngamuk jangan di mobil! Untung saja aku tidak menabrak nya! Kalau tadi terpeleset sedikit saja, mungkin orang itu celaka!" Tao marah-marah.

"Habis, kau tidak menjelaskan nya padaku" Ren berkata pelan seraya menundukkan kepalanya tanda menyesal.

"Pikirkan kalau kau dan aku dipenjara karena hal ini! Bodoh sekali!" Tao kembali mengomel. Ren semakin menundukkan kepala nya. Mata nya berkaca-kaca, dan ia tak mau diketahui oleh Tao. Tao melirik nya dan menghela nafas.

"Sudah, jangan menangis. Maaf tadi aku kasar padamu" Tao meminta maaf dengan raut wajah sedih.

"Tidak apa-apa. Harusnya aku yang meminta maaf. Kumohon maafkan aku kak"

"Aku tidak mau memaafkan mu"

"Hah?"

Tao tersenyum licik.

"Apa lagi yang ada dipikiran nya saat ini?" Pikir Ren.

"Pasti hal yang tidak-tidak" lanjutnya lagi.

"Aku akan memaafkan mu kalau kau berjanji tidak akan pindah jika Baekho berkerja di rumah kita"

Ren terdiam. Didalam hati ia mengumpat sepuas nya. "Terkutuk lah kau kak" salah satu nya.

"Yah, kalau dia memang kerja di tempat kita" Ren mengalihkan pandangan nya kesal.

"Baiklah, deal"

"Ya ya, deal" Ren mendengus.

###

"Aduh!" Ren jatuh terduduk di lorong kelas yang sepi. Ia memandang sepasang kaki yang ada dihadapaan nya saat ini.

"Jatuh ya? Makanya kalau jalan hati-hati"

Pelan-pelan ia mengangkat kepalanya, melihat siapa dibalik suara itu.

"Baekho" Gumam pelan. Ia menatap takut pada Baekho.

"Apa lihat-lihat? Cari mati?" Sahut seseorang yang berada di samping Baekho.

"Ti... Tidak, maafkan aku" Ren kembali menundukkan kepala nya.

"Sudah, jangan buang-buang waktu" sahut Baekho dan berbalik pergi di ikuti dengan beberapa orang pengikut nya.

"Awas kau gendut!" Sahut seseorang lagi meneriaki Ren.

Ren hanya diam. Pelan-pelan ia berdiri dan memandang Baekho dkk dari kejauhan.

#Istirahat sekolah#

"Aku membenci nya" kata Ren pelan ketika ia berada di atas atap sekolah. Ia berdiri seraya menatap langit teduh, pemandangan didepan nya.

"Kau membenci siapa?" Tegur seseorang dari belakang. Ren terkejut dan membalikkan badan.

"Baekho..." Ren berkata pelan.

"Jadi kau membenci ku?" Tanya Baekho dengan tatapan tajam nya. Ren terkejut.

"Bukan, maksud ku..."

"Tapi ya terserah mu sajalah, aku tidak perduli" ujar Baekho mengangkat bahu nya dan duduk dengan santai.

"Apa maksud mu? Aku kan tidak..."

"Semua orang membenci ku, jadi tidak masalah"

"Jelas saja, mereka membenci mu" ujar Ren dalam hati.

"Maksud mu apa? Menurut ku tidak semua orang membenci mu. Kau masih beruntung punya teman, aku tidak punya" sahut Ren lirih dan kembali membalikkan badan nya membelakangi Baekho.

"Kau tidak punya teman? Kenapa?" Tanya Baekho yang menatap Ren dari belakang.

"Kau tau kan, disini murid-murid nya tampan dan cantik. Hanya aku saja yang jelek dan gendut. Tak ada yang menyukai ku"

Baekho diam saja. Ia masih memandang Ren dari tempat ia duduk saat ini.

"Sudah, jangan meratapi nasib. Lagipula nasib bisa di ubah" Baekho membaringkan badan nya. Melipat tangan nya kebelakang untuk menjadi alas kepala.

"Kau benar, nasib bisa di ubah"

Kini semua nya hening. Semilir angin meniup rambut Ren dengan pelan. Perlahan Ren membalikkan badan nya dan menatap Baekho yang tertidur pulas. Angin sedikit meniup seragam Baekho yang tidak ia dirapikan.

"Ah, aku mimpi apa sampai bisa berbicara dengan nya" kata Ren dalam hati. Ia mengernyitkan dahi dan seraya mendekati Baekho.

"Tertidur?"

Wajah Baekho yang tertidur terlihat damai dimata Ren. Sesekali ia tersenyum. Mata yang terpejam, hidung yang mancung, bibir yang... Sexy, pikir Ren. Semua nya terlihat sempurna.

"Bagaimana bisa laki-laki tampan seperti ini bisa di takuti oleh satu sekolah?" Gumam Ren.

"Ugh..." Baekho menggeliat. Ren kaget dan mundur beberapa langkah.

"Ibu... Aku tidak mau makan itu"

Ren tersenyum lalu disusul dengan tawa kecil. Rupanya karena keenakan tidur, Baekho jadi mengigau tidak jelas. Tak lama Ren pergi meninggalkan Baekho sendirian di atas atap.

"Aku harus bisa setampan Baekho"

###

"Kau pelayan baru yang diceritakan oleh tuan muda Tao?"

Baekho mengangguk dan diperbolehkan masuk kedalam rumah kediaman Tao dan Ren.

"Whoaa... Rumah ini seperti istana" Baekho merasa takjub dengan pemandangan nya saat ini.

"Lewat sini, ikuti aku" Baekho kembali mengangguk dan mengikuti pelayan senior yang ada di depan nya saat ini.

"Kau harus ganti baju dengan pakaian ini" pelayan itu menyerahkan satu setelan berwarna hitam dan putih kepada Baekho. Tak lama Baekho pun mengganti baju nya dan bercermin.

"Wah, kau cocok sekali dengan pakaian itu. Kau terlihat tampan anak muda" pelayan itu memuji Baekho dan tertawa kecil. Baekho tersenyum tersipu, wajah nya sedikit memerah.

"Dimana Tao hyung, ah... Tuan muda Tao dan Ren?" Tanya Baekho.

"Mereka masih tidur, sebentar lagi mungkin mereka akan bangun. Kau bantu aku masak, kau bisa masak?"

"Um... Sedikit..."

Pagi hari pertama bagi Ren di Seoul. Ia menggeliat dan merenggangkan badan nya. Mata yang masih ingin tertutup di paksa terbuka oleh Ren. Ia tak ingin bangun siang hari ini, mencium pagi di Seoul pasti sangat menyegarkan di banding ketika ia berada di karantina.

"Tidak terasa setahun aku tak bangun pagi dengan perasaan seenteng ini" gumam nya.

Ia berjalan pelan ke kamar mandi. Mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah itu ia keluar dari kamar. Tak perlu mengganti baju, pikir nya. Pemandangan tak wajar terlintas di penglihatan nya saat ia turun melalui tangga.

Seorang laki-laki yang memakai seragam pelayan lewat di hadapan nya. Ia tengah membawa sesuatu dalam kardus. Entah apa itu. Beruntung pelayan itu tidak melihat Ren yang mematung di salah satu anak tangga.

"Itu..." Gumam Ren pelan. Jari tangan nya otomatis menunjuk pemandangan tak wajar nya saat ini.

"Hei, dia itu..." Kata Ren ketika berpapasan dengan pelayan lain.

"Benar tuan muda, dia pelayan baru yang diceritakan tuan muda Tao kemarin"

DEG! Baekho ternyata setuju kerja di rumah nya. Sekarang ia selangkah, bukan, seribu langkah lebih dekat dengan Baekho.

"Kakak..." Ucap Ren geram. Ia kembali naik ke atas dan menggedor pintu kamar Tao.

"Kakak! Cepat bangun!"

Tak butuh waktu lama, Tao segera membuka kan pintu. Ia muncul dari balik pintu tersebut sambil menggaruk kepala dan menguap dengan lebar nya.

"Ada apa Ren" sahut nya malas dan kembali menguap lebar. Sepertinya ia sangat kelelahan. Ren memanyunkan bibir nya, lalu menendang kaki Tao.

"Aw! Aku salah apa sih? Baru bangun sudah di tendang" Tao mengusap-usap kaki nya yang ditendang Ren terbungkuk-bungkuk.

"Kau itu! Lihat ke bawah! Ada Baekho disini! Pakai baju pelayan pula!"

Tao menatap heran ke arah Ren.

"Kau ini aneh, jelas saja dia begitu. Dari hari ini kan dia menjadi pelayan kita"

Ren memandang kesal dan kembali menendang kaki Tao yang sebelah nya.

"Ahhhh!" Tao teriak kesakitan. Tak peduli, Ren kembali masuk ke kamar nya.

"Kakak sialan! Pagi ku hancur karena dia!" Ren mengomel setelah menutup pintu dengan keras.

"Bukan salah kakak..."

"Tapi salah Baekho!"

"Aku benci dia!"

#To Be Continued#

Good Bye My Love ~


Tittle : Good Bye My  Love!
Fandom : Nu'est
Pairing : BaekRen , MinRen



Masih di hari yang lain di musim dingin. Seorang pemuda terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Pemuda itu beranjak ke arah jendela kamarnya. Di luar sana , dapat dilihatnya butiran butiran putih yang berjatuhan dari langit mengotori halaman rumahnya.
“Salju…” gumam pemuda itu tersenyum
Puas melihat salju , pemuda itu beranjak menuju kamar mandinya untuk membersihkan diri. Selang tiga puluh menit pemuda itu keluar dari kamarnya. Tentunya sudah dengan berpakaian rapi.
Pemuda itu  melangkahkan kakinya menuju dapur. Ia mengambil sebuah cangkir putih dan sendok the dari tempatnya. Ia juga mengambil toples berisi bubuk kopi hitam. Pemuda itu menuangkan bubuk kopi hitam dan juga air panas ke dalam cangkirnya , kemudian mengaduknya. Secangkir kopi hitam tanpa gula.
Pemuda itu mengambil beberapa potong roti tawar dan meletakkannya di atas piring. Kemudian ia melangkah menuju kulkasnya , berniat mengambil selai stroberi. Saat menutup pintu kulkas , matanya tak sengaja menangkap sebuah foto yang tertempel di pintu kulkas berwarna putih tersebut. Di foto itu , ada dua orang pemuda yang tengah tersenyum dengan tangan mereka yang membentuk tanda ‘hati’.
Pemuda itu tersenyum melihat foto tersebut. Tangannya terulur menyentuh foto itu. Tepatnya di bagian wajah pemuda lain yang berfoto di sampingnya. Seorang pemuda berwajah cantik dengan rambut pirang.
“Selamat pagi , Ren” sapa pemuda itu
Pemuda itu tersenyum sekali lagi menatap wajah pemuda cantik pada foto tersebut. Kemudian ia mengambil sarapannya –roti selai stroberi dan secangkir kopi- dan membawanya ke teras rumahnya. Memilih menikmati sarapan di teras dengan melihat butiran butiran salju yang berjatuhan dari langit.
Pemuda berambut hitam itu meletakkan roti dan kopi yang ia bawa pada meja kecil di terasnya. Ia mendudukkan dirinya pada kursi yang terletak di samping meja tadi. Matanya terus mengamati butiran butiran putih yang terus berjatuhan dari langit.
Pemuda tampan itu mengambil cangkir kopinya dan menyenderkan tubuhnya pada kursi. Matanya terpejam saat ia meyesap cairan hitam pekat itu. Menikmati esensi yang berbeda dari cairan hitam pekat yang megalir di tenggorokannya. Sebuah desah kenikmatan keluar dari bibirnya saat cairan hitam itu berhasil lolos dari tenggorokannya , kemudian matanya terbuka secara perlahan.
“Sudah lima tahun lebih. Apa kabarmu hari ini , Ren?” tanyanya lirih. Matanya terus mengamati salju salju yang terus berjatuhan. Sementara pikirannya menerawang jauh pada seorang pemuda. Seorang pemuda yang dulu mengisi hari harinya.
~+~+~+~+~+~+~
Dua orang pemuda yang tengah berkencan , duduk di salah satu meja yang ada di Café ‘Soul of Coffee’. Salah satu café terbaik yang ada di Seoul. Café yang menyediakan berbagai macam jenis minuman dan makanan yang terbuat dari kopi terbaik.
Ini hari Minggu. Hari yang tepat untuk berakhir pekan , dan hari yang tepat pula untuk berkencan. Itulah yang sekarang sedang dilakukan oleh kedua orang pemuda itu. Duduk di salah satu meja , menikmati nikmatnya kopi pilihan sambil mendengarkan lagu lagu romantis.
“Bagimana harimu hari ini chagi? Apa menyenangkan?” Tanya salah satu pemuda berambut hitam itu memulai obrolan. “Ren?” ulang pemuda itu lagi memanggil kekasihnya yang duduk di hadapannya.
Masih tak ada jawaban. Pemuda berambut pirang itu masih setia menatap keluar jendela. Memperhatikan para pejalan kaki yang melintasi kota Seoul.
“Ren?” kali ini pemuda berambut hitam itu memanggil dengan mengguncang pelan bahu Ren. Membuat Ren tersentak dan kembali ke alam sadarnya.
“Nde?” kata Ren menoleh pada pemuda di hadapannya
“Kau melamun? Apa kau baik baik saja?” Tanya pemuda itu khawatir
Ren tersenyum hambar menanggapi pemuda itu. Jemari lentiknya mengitari permukaan cangkir kopinya. “Minhyun-ah…” panggil Ren lirih
“Hm?” pemuda bernama Minhyun itu mendongak menatap wajah kekasihnya. “Ada apa chagi?” tanya Minhyun lembut
Ren menghembuskan nafasnya. Bagaimana ia bisa mengatakannya pada pemuda ini? Pemuda itu terlalu baik. Dia terlalu lembut. Ren menghembuskan nafasnya sekali lagi. Memantapkan hatinya. Bagaimanapun juga ia harus mengatakan semua ini.
“Aku…aku ingin kita berakhir , Minhyun-ah…” kata Ren akhirnya
Minhyun melebarkan matanya. Menatap tak percaya pada pemuda cantik yang ada di hadapannya. Berakhir? Apa maksudnya? Apa maksud semua ini?
“Apa maksudmu , Ren?” Tanya Minhyun memastikan. Mungkin saja ia salah dengar.
Ren menatap bersalah pada Minhyun. “Maafkan aku , Minhyun-ah. Tapi…aku betul betul ingin hubungan ini berakhir” kata Ren lirih
Minhyun tersenyum miris. Ternyata ia tidak salah dengar. Ren betul betul ingin semuanya berakhir. “Alasannya?” Tanya Minhyun selembut mungkin dan tersenyum manis.
Ren semakin merasa bersalah pada Minhyun. Ia tau kalau senyum yang sekarang dipasang oleh Minhyun , bukanlah senyum manis yang biasanya. Senyum ini adalah senyum kekecewaan yang mendalam. Senyum kecewa yang ditutupinya oleh senyuman manis.
“Aku…aku mempunyai pilihan lain” kata Ren menunduk
“Siapa?”
“Baekho. Kang Baekho” jawab Ren lirih. Ia masih menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap mata Minhyun yang memancarkan luka.
“Apa kau bahagia dengannya?” Tanya Minhyun. Ren mengangguk pelan. Minhyun tersenyum melihat Ren yang menunduk tidak berani menatapnya.
Minhyun mengangkat dagu pemuda cantik itu dengan tangannya. Memaksa manik mata milik Ren bertemu langsung dengan mata miliknya. “Kalau begitu pergilah dengannya” kata Minhyun lembut
Ren mengerjap tak percaya mendengar penuturan Minhyun. Pemuda ini rela melepasnya? “Apa kau tidak marah padaku? Apa kau rela melepasku?”
Minhyun tersenyum sekali lagi. “Kenapa aku harus marah kalau kau bahagia dengannya? Aku rela melepasmu asalkan kau bahagia”
Ren menatap Minhyun dengan mata berkaca kaca. Sebulir air mata mengalir di sepanjang pipi putihnya. Ren mendekati Minhyun dan langsung memeluknya. “Gomawo , Minhyun-ah. Gomawo. Kau yang terbaik , Minhyun-ah. Hiks….maaf aku mengecewakanmu…”
Minhyun tersenyum membalas pelukan Ren. Tangannya mengusap usap punggung Ren. Berusaha menenangkan pemuda cantik yang terus menangis dalam pelukannya. “Ssssttt…jangan menangis”
Ren melepaskan pelukannya. Mengusap air mata yang masih membasahi kedua pipinya. Ren menatap Minhyun dengan lembut. Tangannya menangkup kedua pipi Minhyun.
“Kau orang yang baik , Minhyun-ah. Aku yakin kau pasti akan mendapatkan orang yang jauh lebih baik dariku” kata Ren serius. Minhyun mengangguk dan tersenyum.
Ren mendekatkan wajahnya pada Minhyun. Menempelkan bibir tipisnya pada bibir Minhyun. Memberikan sebuah ciuman perpisahan pada Minhyun. Ciuman singkat yang menyalurkan seluruh perasaannya. Ren melepaskan ciumannya pada Minhyun. Menatap pemuda tampan itu sekilas. “Aku harus pergi , Minhyun-ah”
Minhyun mengangguk dan tersenyum. “Pergilah” katanya lembut
“Kau orang yang baik , Minhyun-ah. Terima kasih untuk semuanya. Maaf telah mengecewakanmu” kata Ren dan berlalu pergi ke luar café. Meninggalkan Minhyun yang termangu sendiri.
Minhyun menatap datar pada cangkir kopinya. “Sepertinya…kopi hitam tanpa gula akan terasa pahit mulai sekarang”
~+~+~+~+~+~+~
Minhyun menyesap kopi hitamnya sekali lagi. Salju turun semakin lebat. Semakin mengotori halaman rumahnya.
“Sudah lima tahun berlalu , Ren? Apa kabarmu hari ini?” tanyanya pada angin yang berhembus. Berharap angin itu bisa menyampaikan pertanyaannya pada sosok yang ia rindukan selama lima tahun ini.
“Ren , kau pernah bertanya padaku , bukan? Bagaimana pagiku saat sudah tak lagi bersamamu?” gumam Minhyun. “Pagiku sangatlah dingin , Ren. Sedingin lantai teras saat salju seperti ini”
Minhyun kembali menyesap kopi hitamnya sekali lagi. “Kau juga pernah bertanya bagaimana keadaanku tanpamu. Aku buruk , Ren. Aku merasa sepi. Ternyata kesepian itu pahit. Pahit seperti seduhan bubuk kopi hitam tanpa gula”
Minhyun menatap datar pada cangkir kopinya. Tak ada lagi cairan hitam pekat yang sedari tadi ia minum. Yang ada hanyalah gumpalan bubuk kopi hitam yang tersisa.
“Secangkir kopi hitam untuk menemani jiwaku yang sepi di pagi yang dingin. Bukankah itu cocok untukku , Ren?” kata Minhyun miris
Minhyun berdiri dan beranjak ke halaman rumahnya yang sudah tertutupi oleh salju. Ia mengulurkan satu tangannya ke udara. Berusaha menampung salju salju yang terus berjatuhan ke telapak tangannya.
“Salju…sampaikan salamku padanya. Katakan bahwa aku baik baik saja. Katakan bahwa aku selalu mendoakan yang terbaik untuknya”
Minhyun kembali masuk ke dalam rumah setelah menyampaikan permohonanya pada salju salju putih yang berjatuhan. Sebelum menutup pintu rumahnya , Minhyun berbalik. Kembali memandangi salju salju putih.
“Semoga kau bahagia dengannya , Ren”